PENDAHULUAN
Al Qur’an, kitab umat
Islam di seluruh dunia. Bukan hanya sekedar kumpulan lembaran-lembaran yang
dibaca dan mendapatkan pahala dengan membacanya. Namun lebih dari itu, Al
Qur’an merupakan mukjizat yang abadi sampai hari akhir nanti, bahkan Al qur’an
memberikan hujjah dan sebagai penolong di hari perhitungan amal kelak. Di dalam
Al Qur’an terdapat kandungan pengetahuan yang tiada tara.
Baik yang tersurat ataupun yang masih tersirat.
Umtuk mengetahui
makna-makna dan hikmah-hikmah yang terdapat dalam Al Qur’an, perlu adanya
penafsiran-penafsiran tentang ayat-ayatnya, dan semua itu terdapat dalam ilmu
tafsir. Di antara ilmu-ilmu qur’an, tafsir merupakan ilmu yang mencakup
berbagai disiplin ilmu. Di dalamnya terhimpun tafsir dari sudut balaghoh, nahwu,
shorof, asbab nuzul, munasabah, hadits, tarikh, dan lain sebagainya.
Dalam
menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an diperlukan adanya ilmu yang luas. Maka dalam
makalah ini akan dicoba menguraikan tafsir tentang ayat-ayat yang berhubungan
dengan objek pedidikan, yakni QS. At Tahrim: 6, QS. Asy Syu’araa: 214, QS. At
Taubah: 122, dan QS. An Nisaa’: 170.
PEMBAHASAN
TAFSIR OBJEK PENDIDIKAN
A. QS. At Tahrim Ayat 6
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
A. QS. At Tahrim Ayat 6
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Dalam ayat ini terdapat lafadz perintah
beruppa fi’ilŸ amr yang secara
langsung dan tegas, yakni lafadz (peliharalah/ jagalah), hal ini dimaksudkan
bahwa kewajiban setiap orang Mu’min salah satunya adalah menjaga dirinya
sendiri dan keluarganya dari siksa neraka.
Dalam tafsir jalalain proses penjagaan tersebut adalah dengan pelaksanaan perintah taat kepada Allah SWT.
Merupakan tanggungŸ jawab setiap manusia untuk menjaga dirinya sendiri, serta keluarganya, sebab manusia merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri dan keluarganya yang nanti akan dimintai pertanggungjawabannya. Sebagaimana sabda Rosuloulloh SAW. “Dari Ibnu Umar ra. Berkata: saya mendengar Rosululloh SAW. Bersabda: setiap dari kamu adalah pemimpin, dan setiap dari kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan akan ditanyai atas kepemimpinannya, orang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanyai atas kepemimpinannya..... (HR. Bukhary-Muslim)
Dalam tafsir jalalain proses penjagaan tersebut adalah dengan pelaksanaan perintah taat kepada Allah SWT.
Merupakan tanggungŸ jawab setiap manusia untuk menjaga dirinya sendiri, serta keluarganya, sebab manusia merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri dan keluarganya yang nanti akan dimintai pertanggungjawabannya. Sebagaimana sabda Rosuloulloh SAW. “Dari Ibnu Umar ra. Berkata: saya mendengar Rosululloh SAW. Bersabda: setiap dari kamu adalah pemimpin, dan setiap dari kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan akan ditanyai atas kepemimpinannya, orang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanyai atas kepemimpinannya..... (HR. Bukhary-Muslim)
Ÿ
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke 6 ini turun, Umar berkata: "Wahai
Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga
kami?" Rasulullah SAW. menjawab: "Larang mereka mengerjakan apa yang
kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah
memerintahkan kepadamu melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari
api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang
pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan
penyiksaan di dalam neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepadanya.
Maka jelas bahwa tugas
manusia tidak hanya menjaga dirinya sendiri, namun juga keluarganya dari siksa
neraka. Untuk dapat melaksanakan taat kepada Allah SWT, tentunya harus dengan
menjalankan segala perintahNya, serta menjauhi segala laranganNya. Dan itu
semua tak akan bisa terjadi tanpa adanya pendidikan syari’at. Maka disimpulkan
bahwa keluarga juga merupakan objek pendidikan.
Dilihat dari ayat itu sendiri terdapatŸ hubungan antar kalimat (munasabah),
bahwa manusia diharapkan seperti prilaku malaikat, yakni mengerjakan apa yang
diperintah Allah SWT.
Ÿ Tafsiran: ayat ini menerangkan tentang ultimatum kepada kaum mu’minin (diri dan keluarganya) untuk tidak melakukan kemurtadan dengan lidahnya, meskipun hatinya tidak.
Ÿ Tafsiran: ayat ini menerangkan tentang ultimatum kepada kaum mu’minin (diri dan keluarganya) untuk tidak melakukan kemurtadan dengan lidahnya, meskipun hatinya tidak.
Kesimpulan: ayat ini menunjukkanŸ perintah untuk menjaga diri dan
keluarga dari api neraka, yang bisa disimpulkan juga merupakan untuk tarbiyah
diri dan keluarga.
B. QS. Asy Syu’araa Ayat 214
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Q.S Asy Syu'ara': 214).
B. QS. Asy Syu’araa Ayat 214
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Q.S Asy Syu'ara': 214).
SesuaiŸ
dengan ayat sebelumnya (QS. At Tahrim: 6) bahwa terdapat perintah langsung
dengan fi’il amar (berilah peringatan). Namun perbedaannya adalah tentang
objeknya, dimana dalam ayat ini adalah kerabat-kerabat.
Ÿ
”Al Aqrobyn” mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Mutalib, lalu Nabi saw.
memberikan peringatan kepada mereka secara terang-terangan; demikianlah menurut
keterangan hadis yang telah dikemukakan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Namun hal ini bukan berarti khusus untuk Nabi SAW saja kepada Bani Hasyim dan Muthollib, tetapi juga untuk seluruh umat Islam. Sebab sesuai kaidah ushul fiqh:
”...dengan umumnya lafadz, bukan dengan khususnya sebab”
Dilihat dari munasabah ayat, selanjutnyaŸ terdapat ayat ke-215
”Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman” (QS. Asy-Syu’araa: 215)
Jadi perintah ini juga berlaku untuk seluruh umat Islam.
Namun hal ini bukan berarti khusus untuk Nabi SAW saja kepada Bani Hasyim dan Muthollib, tetapi juga untuk seluruh umat Islam. Sebab sesuai kaidah ushul fiqh:
”...dengan umumnya lafadz, bukan dengan khususnya sebab”
Dilihat dari munasabah ayat, selanjutnyaŸ terdapat ayat ke-215
”Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman” (QS. Asy-Syu’araa: 215)
Jadi perintah ini juga berlaku untuk seluruh umat Islam.
Asbab nuzul ayat ini, Ketika ayat ini turun
Rasulullah SAWŸ bersabda:
“Wahai Bani Abdul Muthalib, demi Allah aku tidak pernah menemukan sesuatu yang
lebih baik di seluruh bangsa Arab dari apa yang kubawa untukmu. Aku datang
kepadamu untuk kebaikan di dunia dan akhirat. Allah telah menyuruhku mengajakmu
kepada-Nya. Maka, siapakah di antara kamu yang bersedia membantuku dalam urusan
ini untuk menjadi saudaraku dan washiku serta khalifahku?” Mereka semua tidak
bersedia kecuali Ali bin Abi Thalib. Di antara hadirin beliaulah yang paling
muda. Ali berdiri seraya berkata: “Aku ya, RasulullahNabi. Aku (bersedia
menjadi) wazirmu dalam urusan ini”. Lalu Rasulullah SAW memegang bahu Ali
seraya bersabda: “Sesungguhnya Ali ini adalah saudaraku dan washiku serta
khalifahku terhadap kalian. Oleh karena itu, dengarkanlah dan taatilah ia.”
Mereka tertawa terbahak-bahak sambil berkata kepada Abu Thalib: “Kamu disuruh
mendengar dan mentaati anakmu”
Umat Islam adalahŸ saudara bagi yang lain, maka harus saling mendidik dan menasehati. Sebagaimana sabda Nabi SAW :
“ Dari Jarir Ibn Abdillah ra. Berkata: saya bersumpah setia kepada Rosululloh SAW untuk mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan menasehati kepada setiap muslim”. (HR. Bukhory-Muslim)
Maka kerabat-kerabat kita terdekat merupakan juga objek dakwah dan tarbiyah.
C. QS. At Taubah: 122
”Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At Taubah: 122)
Dalam ayat ini juga terdapat dua lafadz fi’il amar yangŸ disertai dengan lam amar, yakni (supaya mereka memperdalam ilmu agama) dan lafadz (supaya mereka membari peringatan),yang berarti kewajiban untuk belajar dan mengajar.
Adapun proses belajar dan mengajarŸ sangat dianjurkan oleh Nabi SAW. Sabda beliau:
”Dan darinya (Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rosululloh SAW bersabda: barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala orang yang mengikutinya tidak dikurangi sedikitpun dari padanya. (HR. Muslim)
Umat Islam adalahŸ saudara bagi yang lain, maka harus saling mendidik dan menasehati. Sebagaimana sabda Nabi SAW :
“ Dari Jarir Ibn Abdillah ra. Berkata: saya bersumpah setia kepada Rosululloh SAW untuk mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan menasehati kepada setiap muslim”. (HR. Bukhory-Muslim)
Maka kerabat-kerabat kita terdekat merupakan juga objek dakwah dan tarbiyah.
C. QS. At Taubah: 122
”Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At Taubah: 122)
Dalam ayat ini juga terdapat dua lafadz fi’il amar yangŸ disertai dengan lam amar, yakni (supaya mereka memperdalam ilmu agama) dan lafadz (supaya mereka membari peringatan),yang berarti kewajiban untuk belajar dan mengajar.
Adapun proses belajar dan mengajarŸ sangat dianjurkan oleh Nabi SAW. Sabda beliau:
”Dan darinya (Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rosululloh SAW bersabda: barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala orang yang mengikutinya tidak dikurangi sedikitpun dari padanya. (HR. Muslim)
Ÿ
Asbab nuzulnya adalah Tatkala kaum Mukminin dicela oleh Allah bila tidak ikut
ke medan perang
kemudian Nabi saw. mengirimkan sariyahnya, akhirnya mereka berangkat ke medan perang semua tanpa ada seorang pun yang tinggal,
maka turunlah firman-Nya berikut ini: (Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang
mukmin itu pergi) ke medan
perang (semuanya. Mengapa tidak) (pergi dari tiap-tiap golongan) suatu kabilah
(di antara mereka beberapa orang) beberapa golongan saja kemudian sisanya tetap
tinggal di tempat (untuk memperdalam pengetahuan mereka) yakni tetap tinggal di tempat (mengenai agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya) dari medan perang, yaitu dengan mengajarkan kepada mereka
hukum-hukum agama yang telah dipelajarinya (supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya) dari siksaan Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya.
Sehubungan dengan ayat
ini Ibnu Abbas r.a. memberikan penakwilannya bahwa ayat ini penerapannya hanya
khusus untuk sariyah-sariyah, yakni bilamana pasukan itu dalam bentuk sariyah
lantaran Nabi saw. tidak ikut. Sedangkan ayat sebelumnya yang juga melarang seseorang
tetap tinggal di tempatnya dan tidak ikut berangkat ke medan perang, maka hal ini pengertiannya
tertuju kepada bila Nabi saw. berangkat ke suatu ghazwah.
Ÿ
Kesimpulan: maka tidak sepatutnya seluruh kaum muslimin pergi berperang
(jihad), namun harus ada juga yang harus belajar dan mengajar. Sebab proses
tarbiyah sangat pentingbagi kukuhnya Islam. Rosul SAW bersabda (artinya): ”Di
hari kiamat kelak tinta yang digunakan untuk menulis oleh para ulama akan
ditimbang dengan darah para syuhada (yang gugur di medan perang)” (HR. Syaikhani)
D. QS. An Nisaa’: 170
”Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan sedikitpun kepada Allah) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Qs. An Nisa’: 170)
D. QS. An Nisaa’: 170
”Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan sedikitpun kepada Allah) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Qs. An Nisa’: 170)
Dalam ayat iniŸ
Allah menyeru kepada manusia untuk beriman, sebab sudah ada Rosul (Nabi
Muhammad SAW) yang diutus untuk membawa syari’at yang benar.
DalamŸ
tafsir disebutkan bahwa lafadz An Naas pada saat turunnya ayat adalah kepada
ahli kafir Mekah.
Adapun manusia, karena adanya kesamaanŸ jenis, ukhuwah basyariyyah,maka dakwah dan tarbiyah kepada non muslim pun harus tetap dilakukan, tentunya dengan jalan yang baik.
NabiŸ SAW bersabda: ”Dari Abdullah Ibn ’Amr Ibn Al Ash ra. Berkata, sesungguhnya Nabi SAW besabda: sampaikanlah dariku walau sat ayat.....” (HR. Bukhory)
Adapun manusia, karena adanya kesamaanŸ jenis, ukhuwah basyariyyah,maka dakwah dan tarbiyah kepada non muslim pun harus tetap dilakukan, tentunya dengan jalan yang baik.
NabiŸ SAW bersabda: ”Dari Abdullah Ibn ’Amr Ibn Al Ash ra. Berkata, sesungguhnya Nabi SAW besabda: sampaikanlah dariku walau sat ayat.....” (HR. Bukhory)
Kesimpulan: Maka
manusia baik yang muslim maupun nonŸ
muslim merupakan objek dakwah dan tarbiyah. Namun disini perlu diluruskan,
bahwa proses dakwah dan tarbiyah tidak harus dengan kekerasan dan perang,
tetapi dengan jalan yang hikmah, mauidzoh hasanah, dan argumen yang bertanggung
jawab.
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendidikan atau
tarbiyah merupakan proses penting untuk melaksanakan taat kepada Allah SWT dan
menggapai ridhonya, sebab belajar dan mengajar diwajibkan dalam Islam.
Manusia seluruhnya merupakan objek pendidikan (tarbiyah dan dakwah), namun perlu adanya prioritas untuk kedua hal tersebut, yaitu dimulai dari diri sendiri, kemudian keluarga, kerabat, orang Islam, dan akhirnya kepada sesama manusia (non muslim)
Manusia seluruhnya merupakan objek pendidikan (tarbiyah dan dakwah), namun perlu adanya prioritas untuk kedua hal tersebut, yaitu dimulai dari diri sendiri, kemudian keluarga, kerabat, orang Islam, dan akhirnya kepada sesama manusia (non muslim)
DAFTAR
PUSTAKA
1. Sayyid
Ahmad Hasyimi. 1971. Mukhtarul Ahaditsun Nabawiyyah. Surabaya: Haromain.
2. Drs. Moh. Harisuddin Cholil, M. Ag. 2009. Ushul Fiqh I. Kertosono: STAI Mifathul 'Ula.
3. K. Ahmad Subhi Musyhadi. 1981. Misbahul Anam Syarh Bulughul Marom . Pekalongan: Maktabah Raja Murah
4. Al Allamah Abu Zakariya Al Anshory. Tanpa tahun. Riyadhus Sholihin. Surabaya: Haromain
5. Al Allamah Jalaluddin Al Mahally dan Al Allamah Jalaluddin As Suyuthi. Tanpa Tahun. Tafsir Jalalain. Surabaya: Darul Kutub Islamiyyah.
6. http://tafsirtematis.wordpress.com/kajian-lain/
7. http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir.asp?pageno=6&SuratKe=9#Top
2. Drs. Moh. Harisuddin Cholil, M. Ag. 2009. Ushul Fiqh I. Kertosono: STAI Mifathul 'Ula.
3. K. Ahmad Subhi Musyhadi. 1981. Misbahul Anam Syarh Bulughul Marom . Pekalongan: Maktabah Raja Murah
4. Al Allamah Abu Zakariya Al Anshory. Tanpa tahun. Riyadhus Sholihin. Surabaya: Haromain
5. Al Allamah Jalaluddin Al Mahally dan Al Allamah Jalaluddin As Suyuthi. Tanpa Tahun. Tafsir Jalalain. Surabaya: Darul Kutub Islamiyyah.
6. http://tafsirtematis.wordpress.com/kajian-lain/
7. http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir.asp?pageno=6&SuratKe=9#Top
Tidak ada komentar:
Posting Komentar